Selasa, 17 Februari 2015

Maaf by. DeanChan-Chep


         Memang itu adalah kesalahanku, saat pulang sekolah, kuambil sebotol air mineral saat dia sedang asik menguap dan ku masukan kedalam mulutnya, sungguh diluar dugaanku, yang sebelumnya aku mengira dia akan tertawa bersamaku tetapi sebaliknya dia malah marah dan mengejarku. Dengan refleks aku lari ngacir kemanapun, sampai akhirnya ia berhenti Karena tak sanggup menangkapku, dia berhenti dan aku ikut berhenti.

           Aku berbalik dan melihatnya, dia menatapku dingin, dibalik kacamata yang ia kenakan tatapan matanya seperti menyimpan dendam, kulihat sekali lagi dia masih menatapku, sekarang bibirnya bergetar seperti dukun yang akan mengeluarkan seribu mantranya. Tatapannya semakin tajam, namun aku tak mampu mengimbangi tatap matanya, semakin dia menatapku semakin malu perasaanku.

         “Atin… ayo!” panggil Fatimah kepada seorang perempuan yang bernama bardiatin yang tengah menatapku dengan tajam, dia pergi berlalu dan aku menghela napas.

****

            Esoknya dikelas, dia diam seribu bahasa. Tak menegurku atau melanjutkan marahnya padaku. Tak enak hati ini melihatnya seperti itu, padahal setiap kali tak ada guru, hanya dia yang dapat ku ajak bicara, ya hanya dia sisiwi yang berbeda dari yang lainnya, pikirannya, bahasanya, gayanya, semuanya yang melekat pada dirinya tak ada yang bisa menyamakan. Wanita yang sederhana namun memiliki pengetahuan yang luar biasa,

            Sejak saat pertama bertemu aku sudah jatuh hati padanya, jadi kusimpan perasaan ini sampai waktu yang tepat untuk menyatakan agar dia bisa menerimaku dengan apa adanya. Namun melihat dia dengan keadaan seperti itu, benar-benar membuat diriku merasa bersalah sekali, bagai mempunyai dosa yang besar yang tak bisa diampuni.
 
         “Atin…” sapaku dengan sedikit gugup

            Dia tidak merespon, bahkan ia buang muka lalu berbicara pada teman disebelahnya, ternyata dia benar-benar marah padaku.

       “Atin, maafin gue dong, itu kan ngga sengaja, cuman bercanda doang, masa lu marah?” kataku sambil meyakinkan.

         Dia masih diam seribu bahasa, sampai akhirnya semua yang ada dikelas menatapku aneh, entah apa yang ada dipikiran mereka, tetapi tatapan mata mereka sama seperti tatapan wanita yang sedang dihadapanku, yang pernah aku lihat. 

          “Lu kenapa?” tanya seseorang yang ada dibelakangku.
 
          “Emp… ngga… ngga apa-apa ko,” jawabku bingung

       Namun tatapan mereka yang ada dikelas semakin membuatku merasa bingung, mungkin mereka curiga atau… entahlah. Setelah itu semua kembali dengan kesibukan masing-masing. Bel berbunyi, guru masuk dan mulai untuk belajar.

       Selama jam pelajaran aku tidak fokus karena masih teringat dengan kejadian itu, pikiranku telah dikuasai olehnya. Ayolah Atin itukan cuman becanda jangan marah kaya begitu, pinta batinku. Sampai jam pelajaran selesai, aku terus menatapnya, wajahnya yang cantik semakin cantik jika sedang serius memperhatikan guru yang sedang mengajar, perasaan aku suka padanya semakin menjadi namun aku teringat bahwa dia sedang marah jadi sakitlah perasaan ini.

       Jam pelajaran kedua tidak ada gurunya, jadi semua siswa yang ada dikelas mulai dengan aktifitasnya masing-masing, aku dengan kesendirianku hanya diam, ku lihat dia ternyata sedang asik dengan komiknya yang selalu dia bawa. Aku mengutuk diriku karena takut untuk minta maaf, ku kumpulkan keberanian yang ada untuk segera mendatanginya dan meminta maaf padanya.

        Sekiranya tinggal dua langkah lagi sampai dibangku yang dia duduki, dia pergi keluar kelas. Huft… hampa yang sekarang ku rasakan, dan itu menjadikan aku salah tingkah didepan temanku sendiri, kuhiraukan mereka yang menatapku dengan aneh dan aku ikut keluar kelas mengikuti keanehan yang ada pada diriku.

          Ku cari dia disepanjang lorong tetapi tidak ada, kupertajam tatapan mataku tetapi hanya sia-sia, yang kutemukan hanyalah sederetan ruangan dengan berbagai suara manusia. Aku berhenti tepat didepan ruang guru, orang yang kucari ternyata ada diruangan itu, gayanya saat berbicara pada orang yang lebih tua anggun sekali, terpaku mata dan tubuhku sehingga aku tak bergerak sedikitpun melihatnya.

            “Ngapain kamu? Bengong aja, entar kesambet aja,” ucap pak Robi mengagetkan ku dari keasaikanku manatapnya.

            “Emp… siapa yang bengong pa?”

            “Yaelah pake ngeles, kamu mau kemana? Emangnya ngga ada guru dikelas kamu?” tanya guru olahraga yang sekaligus membuat Atin dan Fatimah melihatku.

            “Ngga ada pak, ini mau ke kamar mandi,” jawabku terburu-buru, salah tingkah aku saat mereka berdua melihatku. Dengan perasaan malu aku sudahi percakapan dan pergi ke kamar mandi.

            Sampainya dikelas kulihat dia sedang asik mengerjakan soal, wajahnya yang cantik dan sikapnya yang anggun tak pernah bosan aku untuk berhenti menyukainya.

            “Atin… maafin gua, gua emang salah dan becanda yang keterlaluan sama lu, jadi maafin gua,” kataku sambil berlutut dihadapannya, semua yang sedang asik dengan kegiatannya kini menatapku heran dengan seribu pertanyaan yang mungkin ada diotaknya.

            “Emp… apaan si! Ngga jelas banget” jawabnya ketus

            “Maafin gua tin, gua bener-bener salah, jadi maafin gua tin, please,”

            “Lu kenapa si sama Atin?” tanya Amir

            “Tin, maafin gua tin,” ucapku dengan menghiraukan gerutu siswa lain sambil memelas agar dia bisa memaafkanku.

            Dia tertawa dan aku semakin heran, semua manjadi bingung dan aku juga ikut bingung, ledakan tawa ditengah situasi yang aneh memang benar-benar aneh terasa. Aku dibuat diam dihadapannya, lalu dia berdiri dan mengajak aku berdiri, dia masih terus tertawa sambil memegang tanganku, dia terus teratawa hingga mukanya merah dan semakin membuatku bingung.

            Dia berhenti tertawa dan berkata “Lu ngapain si pake berlutut udah kaya orang sungkeman, emangnya gua ini mama lu apa, terus minta maaf karena apa?”

            “Emp… ya abisnya, gua udah minta maaf panjang lebar sama lu eh tapi ngga dimaafin juga,”

            “Hahaha lagian jadi orang jangan iseng, udahlah jadi orang jangan terlalu bersalah, sebenarnya gua tuh kemaren ngga marah sama lu, tapi gua lagi coba sesuatu…”

            “sesuatu apaan?” tanyaku penasaran.

            “itu adalah kebiasaan gue, kalo gue lagi kesel atau marah. Jadi jangan heran kalo gue kaya begitu,” jawabnya serius sambil tertawa. Dia menepuk pundakku dan tersenyum, aku ikut tersenyum dan sekaligus bangga mempunyai teman seperti dia. Semua bersorak bahkan ada yang menggoda.
Share this article

0 komentar:

Posting Komentar



 
Copyright © 2014 Cerpen Dan Puisi • All Rights Reserved.
Distributed By Free Blogger Templates | Template Design by BTDesigner • Powered by Blogger
back to top